Anak-anak
kelas IX A sedang berkerumun di jendela ruang BK. Mereka sedang mengintip Dea
yang lagi “asyik” diceramahin Pak Yusnaldi, wali kelasnya. Gara-gara iseng
nempelin permen karet plus lem di kursi temannya, Silvi.
“Kamu
ini memang tidak bisa saya larang, sampai-sampai menempelkan permen karet dan
lem di kursi temanmu!” bentak Pak Yus tidak sabar. “Perbuatan macam apa itu!”
tambahnya lagi.
Sementara
Dea diam-diam main game di hp-nya, tanpa disadari Pak Yus, karena
tertutup meja. Paling-paling Dea cuma menjawab omelan Pak Yus dengan “Iya”,
“Iya Pak..” atau “He-eh” dengan tampang yang dibuat-buat.
Hampir
20 menit Pak Yus menasehatinya di ruangannya. Sampai akhirnya, Pak Yus berkata.
“Sebagai
hukumannya, kamu harus membersihkan toilet lantai dua, mengerti!” perintah Pak
Yus.
“Ba….ik,
Pak!” jawab Dea ragu. “Permisi!” tambahnya. Namun, dalam hatinya, Dea ragu juga
untuk membersihkan toilet lantai dua, karena dengar-dengar toilet itu ada
hantunya.
Sampai
di kelas Dea langsung mengambil tasnya. Lalu berjalan menuju kantin dengan
wajah kesal, tanpa menggubris pertanyaan teman-temannya mengenai Pak Yus.
Sesampainya
dikantin Dea langsung memesan jus tomat kesukaannya. Hatinya kembali bimbang
mengingat pulang sekolah nanti dia bakal bersihin toilet atas. “Kan serem!” pikirnya.
“De,
kamu disuruh bersihin toilet atas, ya?” Tanya Sisil yang entah sejak kapan
berada di samping Dea. Namun Dea diam saja.
“Pantas
kamu diam saja, pasti kamu takut nanti akan membersihkan toilet! Kamu kan tahu kalau toil…”
tuduhan Sisil belum selesai karena langsung dipotong Dea.
“Enak
saja, kamu! Siapa yang takut! Kalau aku bersihin toilet itu, nanti hantunya
lagi yang takut sama aku! Lagian mana ada sih hantu di sekolah ini… kalian pada
bodoh banget, ya! Percaya saja dengan tahayul!” kilah Dea, bohong.
“Masa?”
jawab teman-temannya serempak.
Dea cemberut, lalu meninggalkan teman-temannya
yang langsung terdiam melihat Dea cemberut. Sementara beberapa menit kemudian
bel pulang berbunyi.
“Aduh…
bagaimana, ini?” pikir Dea panik sambil berjalan lemas menuju lantai dua. “
Lagian aku pake acara cemberut segala! Kalau tidak cemberut kan bisa maminta mereka menemani aku!”
sesalnya dalam hati.
Tibalah
Dea didepan pintu toilet anak-anak kelas dua. Sepi. Anak-anak kelas dua sudah
pulang semua. Siswi bandel ini semakin ragu untuk melangkah masuk. Badannya
tiba-tiba terasa dingin, merinding. Rasanya ada hawa dingin menjalar di sekujur
tubuhnya.
Namun
Dea memberanikan diri. Dibukanya gagang pintu itu pelan-pelan. “Gila! Kok tahan
ya anak-anak kelas dua memakai WC ini,” pikirnya.
Pelan-pelan
dijulurkannya kepalanya dulu untuk mengintip kedalam ruangan itu. Matanya
mengitari setiap sudut ruangan. Pelan-pelan Dea melangkah masuk. Tampak dinding
bercat putih yang sudah kotor. Banyak coretan di sana-sini. Matanya mengitari
seluk-beluk ruang itu. Ada
empat toilet di ruang itu. Matanya berhenti di WC yang ketiga. Seperti ada
keganjilan di WC itu. Lampu di WC itu
mati. Dea terpaku di depan pintunya, merasa seperti ada sesuatu.
Pelan-pelan dia menoleh kebelakang. Ada
gadis pucat bermata hitam, kurus, rambut panjang sedang berdiri di pojok
ruangan.
Ingin
rasanya dia berteriak, tapi suaranya tidak keluar. Baru beberapa detik kemudian
ia bisa berteriak. “AAAA…..hhh” pekiknya panjang. Tanpa babibu lagi, secepat
kilat Dea langsung berlari keluar, menusuri lorong, lalu menuruni tangga,
turun, dan turun. Namun akhirnya dia sadar, dia tidak sampai-sampai ke lantai
bawah.
Dengan
terengah-engah Dea jatuh berlutut, lututnya lemas. Dipandanginya lantai atas. Ternyata
begitu banyak tangga telah dilewatinya. Lalu perlahan-lahan air matanya keluar.
Dia menangis, dia menyesali dirinya karena begitu bodoh mengganggu
teman-temannya. Pernah juga dia menakut-nakuti teman-temannya di dekat WC ini.
Dan sepertinya ini balasan dari kenakalannya itu. Dia menyesal…. Menyesal
sekali lalu menangis tersedu-sedu.
“
Please! Saya mohon jangan menggangu saya!” teriaknya sambil menangis. “Saya
mohon. Saya janji tidak akan mengganggu teman-teman saya lagi!” isaknya,
suaranya melemah. Lalu dia menutup mata sambil berbisik.
“Maaf……”
ujarnya.
Lalu
samar-samar terdengar suara halus berkata, “jangan
meminta maaf kepadaku….”
Cepat-cepat
dibukanya matanya dan semuanya sudah kembali seperti semula. Segera dia turun
ke lantai bawah dengan perasaan luar biasa lega. Masih ada sisa air mata
diwajahnya. “Terimakasih….” bisiknya.
Dalam
hati dia berjanji tidak akan mengganggu teman-temannya lagi. Kapok. Sekaligus
ingin meminta maaf kepada semua orang yang telah diganggunya. Walaupun hari ini
Dea tidak jadi membersihkan WC, tapi dia berjanji akan meminta kepada Pak Yus
untuk membersihkan ruangan lain, asal tidak membersihkan WC itu. “Walaupun
hantunya baik,” pikirnya, sambil tersenyum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar